INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

5 Unsur-Unsur Estetis Dalam Teater Nontradisional

Halo teman-teman kali pada artikel kali ini saya akan membahas mengenai seni dan budaya perihal unsur-unsur estetis dalam teater nontradisional antara lain isi cerita, perwatakan, penokohan, latar (setting), dan alur. Untuk lebih jelasnya mengenai unsur-unsur tersebut silahkan teman-teman simak klarifikasi lengkapnya dibawah ini.

teman kali pada artikel kali ini saya akan membahas mengenai seni dan budaya perihal unsur 5 Unsur-Unsur Estetis dalam Teater Nontradisional


1. Isi Cerita

Keindahan dongeng dalam drama atau teater Nusantara terletak pada duduk kasus yang dibahas. Cerita drama atau teater Nusantara lebih bervariasi lantaran diambil dari kehidupan masyarakat sehari-hari.


2. Perwatakan

Perwatakan sering disebut karakteristik, yaitu cara pengarang menggambarkan etika atau sifat pelaku dalam cerita. Menurut Yacob Sumarjo dan Saini K.M. (1986;145), perwatakan biasa didukung oleh fisik, tingkah laku, atau cara berdialog.


3. Penokohan

Perwatakan sering sering disamakan dengan penokohan, tetapi bersama-sama keduanya berbeda. Ini mungkin lantaran penokohan bersahabat kaitannya dengan perwatakan. Penokohan berafiliasi dengan pelaku, jenis kelamin, usia, bentuk fisik (gemuk atau kurus), dan kejiwaannya. Perwatakan berafiliasi dengan sifat pelaku, menyerupai pemarah, penyabar, keras, lemah lembut, penakut, dan pengecut.

Penokohan teater sanggup digolongkan menjadi tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonis. Tokoh pentagonis yakni tokoh yang pertama mengambil prakarsa dalam dongeng sehingga tokoh protagonis yakni tokoh yang pertama mengalami benturan-benturan dan masalah-masalah. Biasanya penonton berempati pada tokoh protagonis ini.

Tokoh antagonis yakni tokoh yang menetang toko protagonis, atau tokoh yang menentang cerita. Tokoh antagonis selalu mengalangi jalannya tokoh protagonis, sehingga ia menjadi selalu bermasalah. Tokoh tritagonis yakni tokoh yang membantu tokoh protagonis atau tokoh antagonis.

Tokoh antagonis dan tokoh antagonis yakni tokoh sentral artinya tokoh-tokoh tersebut yakni tokoh yang menggerakkan jalannya cerita. Tokoh tritagonis sering disebut tokoh utama. Tokoh sentral dan tokoh utama sanggup digolongkan kedalam tokoh penting (mayor). Tokoh minor atau tokoh pembantu yakni tokoh yang semata-mata hanya melengkapi tokoh mayor,


4. Latar (setting)

Setting dalam teater terbagi atas tiga unsur, yaitu tempat, ruang, dan waktu. Ketiga unsur ini harus saling mendukung. Setting kawasan berafiliasi dengan berlangsungnya cerita, contohnya di Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, atau Surabaya. Cerita "Si Kabayan" bertempat di Bandung, ini tentu saja berkonsentrasi pada busana dan tata musiknya. Berbeda apabila dongeng itu berasal dari Semarang maka busana dan musiknya pun bernuansa Semarang.

Setting ruang berafiliasi dengan ruang dalam alam, teras pendopo, atau alam terbuka. Ini tentu saja berkonsentrasi terhadap tata dekorasi. Jika diruangan dalam perabot apa saja yang dibutuhkan, contohnya meja, kursi, kawasan tidur, atau hiasan apa yang mendukung cerita. Jika di teras, bentuk menyerupai apa teras itu, perlukah teras itu dilengkapi hal-hal lain menyerupai kursi, pot bunga, atau yang lainnya.

Jika di ruang pendopo, juga harus diperhatikan interior dan perabotannya. Ruang alam terbuka lebih kompleks lantaran alam terbuka pengertiannya lebih luas, sanggup dijalan, hutan, tanah lapang, atau kawasan lain.


5. Alur Cerita (plot)

Alur dongeng disebut juga plota yakni rangkaian dongeng yang saling berafiliasi dengan memakai aturan lantaran akibat. Menurut Yakob Sumarjo dan Saini K.M. unsur plot ada tiga macam yaitu ketegangan (suspensi), dadakan (surprise), dan ironi dramatik (dramatic irony).

Alur dongeng yang baik sanggup mengakibatkan ketegangan pada penonton. Penonton akan selalu ingin tau dan ingin mengetahui dongeng berikutnya yang merupakan akhir dari dongeng sebelumnya. Alur dongeng yang baik tidak gampang ditebak oleh penonton sehingga penonton ingin menyaksikan ceritanya sampai selesai.

Dadakan (surprise) yakni alur dongeng yang mengagetkan penonton lantaran dugaan penonton tidak tepat. Hal ini lantaran pengarang membelokkan alur cerita. Walaupun demikian, alur dongeng yang dibelokkan tetap merupakan akhir dari dongeng sebelumnya.

Unsur alur dongeng yang tekahir yakni ironi dramatik (dramatic irony). Ironi dramatik harus mendukung ketegangan dan dadakan melalui pernyataan-pernyataan atau tindakan-tindakan tokoh yang seakan-akan menamatkan apa yang akan terjadi kemudian. Ironi dramatik dihentikan mengganggu ketegangan dan mengaburkan dadakan (1986:14-142).


Demikian artikel seni budaya ini mengenai 5 unsur estetis dalam teater nontradisional ini, biar artikel ini sanggup bermanfaat bagi semua orang.

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel